Carousel | Mulai dari Pandemi-Konflik Timur Tengah, Bitcoin Terbukti Tahan Banting
Meskipun masih terbilang baru, Bitcoin menjadi aset yang terbukti tetap naik saat terjadi fenomena global yang meruntuhkan harga aset di pasar keuangan dunia, seperti saham, obligasi, dan komoditas. Misalnya, ketika pandemi covid-19 melanda pada Maret 2020, harga aset digital besutan Satoshi Nakamoto tersebut sempat jatuh ke US$6.438. Namun, pada akhir tahun angkanya naik 350% atau mencapai US$28.993. Di sisi lain, harga Bitcoin juga menunjukkan ketahanannya kala Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi ke Donbas, Ukraina pada Februari 2022. Meski sempat anjlok ke level US$34.700, Bitcoin kembali menguat dan kembali ke level US$44.000 dalam sepekan kemudian. Sebagai perbandingan, pada saat Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif 34% ke China pada April lalu, Bitcoin sempat mengalami penurunan ke US$76.273, menurut CoinMarketCap, pada 4 April 2025. Setelah aksi saling balas tarif, Bitcoin memang mengalami fluktuasi harga, namun, tidak mengalami penurunan yang parah. Bahkan, saat ini AS dan China telah membuat kesepakatan dagang, hingga mencetak all-time high Bitcoin baru di US$111.970 pada 23 Mei 2025. Meski konflik Timur Tengah sedang memanas, perusahaan besar seperti Strategy (MSTR) justru memborong 10.100 BTC senilai US$1,05 miliar pada Senin (16/06). Metaplanet juga menambah 1.112 BTC senilai US$116,5 juta. Lonjakan pembelian yang dilakukan Strategy merupakan bagian dari strategi mengantisipasi potensi volatilitas pasar dan membangun cadangan mereka. Hal ini juga menunjukkan kepercayaan jangka panjang terhadap Bitcoin sebagai lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik yang terjadi antara Iran dan Israel. Sementara itu, Bitcoin sempat mengalami penurunan ke level US$103.423, dan kembali naik ke angka US$106.080 pada Jumat (20/06). Hal ini menunjukkan volatilitas Bitcoin terhadap ketidakpastian global yang terjadi.
Konten ini hanya untuk referensi, bukan ajakan atau tawaran. Tidak ada nasihat investasi, pajak, atau hukum yang diberikan. Lihat Penafian untuk pengungkapan risiko lebih lanjut.
Carousel | Mulai dari Pandemi-Konflik Timur Tengah, Bitcoin Terbukti Tahan Banting
Meskipun masih terbilang baru, Bitcoin menjadi aset yang terbukti tetap naik saat terjadi fenomena global yang meruntuhkan harga aset di pasar keuangan dunia, seperti saham, obligasi, dan komoditas.
Misalnya, ketika pandemi covid-19 melanda pada Maret 2020, harga aset digital besutan Satoshi Nakamoto tersebut sempat jatuh ke US$6.438. Namun, pada akhir tahun angkanya naik 350% atau mencapai US$28.993.
Di sisi lain, harga Bitcoin juga menunjukkan ketahanannya kala Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi ke Donbas, Ukraina pada Februari 2022. Meski sempat anjlok ke level US$34.700, Bitcoin kembali menguat dan kembali ke level US$44.000 dalam sepekan kemudian.
Sebagai perbandingan, pada saat Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif 34% ke China pada April lalu, Bitcoin sempat mengalami penurunan ke US$76.273, menurut CoinMarketCap, pada 4 April 2025.
Setelah aksi saling balas tarif, Bitcoin memang mengalami fluktuasi harga, namun, tidak mengalami penurunan yang parah. Bahkan, saat ini AS dan China telah membuat kesepakatan dagang, hingga mencetak all-time high Bitcoin baru di US$111.970 pada 23 Mei 2025.
Meski konflik Timur Tengah sedang memanas, perusahaan besar seperti Strategy (MSTR) justru memborong 10.100 BTC senilai US$1,05 miliar pada Senin (16/06). Metaplanet juga menambah 1.112 BTC senilai US$116,5 juta.
Lonjakan pembelian yang dilakukan Strategy merupakan bagian dari strategi mengantisipasi potensi volatilitas pasar dan membangun cadangan mereka. Hal ini juga menunjukkan kepercayaan jangka panjang terhadap Bitcoin sebagai lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik yang terjadi antara Iran dan Israel.
Sementara itu, Bitcoin sempat mengalami penurunan ke level US$103.423, dan kembali naik ke angka US$106.080 pada Jumat (20/06). Hal ini menunjukkan volatilitas Bitcoin terhadap ketidakpastian global yang terjadi.